Bismillah...
Tertidur ketika melakukan perjalanan mengikuti
arus balik lebaran idul adha memberikan sedikit catatan dalam perjalanan
hidupku. Kali ini aku berangkat dari rumah pukul 04.30 bersama ayahku, namun
kami berpisah di perempatan jalan dimana aku arus melanjutkan perjalananku
menuju Surabaya sedangkan ayah melakukan tugas mulianya sebagai seorang guru.
Setelah ku cium tangannya dan mengucapkan salam aku berjalan menuju tempat
dimana seharusnya aku menunggu bis, sambil melihat laju mobil ayah yang
berjalan menjauh dariku, dalam hati aku berkata “hati-hati ayah, aku
menyayangimu”.
Ada bis menuju halte dimana aku dan beberapa
penumpang berdiri, namun bis itu penuh. “ayo tidak ada bis” bujuk kondektur
untuk menarik penumpang, dan tak sedikit penumpang yang tertipu. Aku hanya diam
mematung menunggu bis yang bisa aku tempati untuk duduk karena jarak bojonegoro
– surabaya bukanlah jarak yang dekat menurutku. Datang bis ketiga dan
Alhamdulillah kami semua mendapatkan tempat duduk masing-masing. Setelah
membayar ongkos bis, beberapa menit kemudian aku tertidur seperti biasanya
ketika perjalanan.
Aku terbangun ketika bis sudah mulai panas dan
pengap, ketika itu sudah banyak orang yang berdiri dan tidak mendapatkan kursi.
Aku melihat beberapa orang yang berdiri adalah laki-laki dan ada beberapa
perempuan muda, namun aku terhenyak ketika menoleh di samping kananku ada
seorang wanita muda menggendong bayinya yang berusia sekitar 2 bulan sedang
berdiri. Ya tepat di sampingku, namun wanita itu memunggungiku. Aku tak
langsung bergerak untuk mempersilakannya duduk, tapi aku menunggu para
laki-laki yang duduk itu memberikan kesempatan duduk pada wanita itu. Aku
memberi waktu, setelah aku rasa cukup karena tidak ada yang berbuat, lalu aku
panggil wanita itu untuk duduk di tempatku.
Perjalananku masih melewati satu kota lagi dan
kota ini sangat rawan macet apalagi dengan kondisi arus balik lebaran seperti
ini. Namun aku harus elatih kaki ini untuk tidak manja disembunyikan di balik
kursi, ya, aku harus berdiri. Subhanallah bayi yang digendong wanita itu
sangatlah lucu, matanya bulat bersinar, pipinya tembem bikin orang ingin
mencubitnya, dan senyumnya benar-benar bikin hati ini terpikat, kini aku lebih
bersyukur karena aku bisa memandangi bayi itu sampai tempat tujuanku.
Dari tempat aku berdiri, aku bisa melihat
bagaimana macetnya jalanan kecil menuju surabaya, beberapa mobil besar dipaksa
untuk jalan meskipun didepannya terdapat antrian motor. Terlihat tidak
manusiawi tapi itu jalan terbaik karena dengan itu motor-motor yang melawan
arus bisa berputar arah karena takut terlindas oleh mobil-mobil besar
dihadapannya. Begitulah bdaya antri di sepanjang jalan yang aku lihat, bukan
malah mempercepat perjalanan malah mereka merugikan orang lain.
Aku pun masih tak habis berfikir, aku melihat
ada seorang nenek berdiri di samping seorang laki-laki muda yang duduk manis di
dalam bis. Rasanya hati ini sakit melihatnya, begitu banyak laki-laki yang
duduk dan tidak mempersilakan nenek itu duduk adalah suatu yang menurutku tidak
pantas. Tiba-tiba aku teringat ketika naik busway di jakarta, ada aturan untuk
mempersilakan duduk untuk ibu hamil, orang tua, dsb. “masa’ iya harus dibuatin
peraturan dulu seperti itu? Mana solidaritas organik yang dikatakan Emile
Durkheim itu? Rasa-rasanya masyarakat desapun sekarang sudah mulai menuju
solidaritas organik yang syarat akan kepentingan individu”
Jika aku mau berfikir positif, mungkin aku akan
berkata “mungkin laki-laki yang duduk itu sedang mempersiapkan tenaganya untuk
bekerja menafkahi keluarganya sehingga butuh duduk” namun aku tidak bisa
berfikir positif, aku hanya bergumam pada diriku “jika mereka bekerja untuk
istrinya, berarti dia menghargai wanita tapi mengapa begitu cuek dengan nenek
itu yang seharusnya dengan melihat nenek itu mereka lebih mengingat ibunya?”.
Aku tidak akan emosi jika yang duduk adalah wanita, namun ini laki-laki yang
aku rasa masih cukup kuat untuk berdiri. Semoga Allah memaafkan prasangkaku
ini.
“itu hal yang wajar Ma, laki-laki sekarang
seperti tidak peka terhadap kondisi” kata seorang teman disela-sela diskusiku
dengannya. Ya, mungkin ini suatu kewajaran. Mengingat sudah terlalu banyak
bahasan tentang kesetaraan gender di bumi Indonesia ini, dan sekarang bukan
zamannya lagi wanita menuntut untuk diperlakukan setara dengan laki-laki tapi laki-laki
juga berhak memperlakukan wanita sekuat mereka. Arrgh, sekarang pemikiranku
menjadi seperti itu. Aku tak ingimn mengikuti kewajaran-kewajaran yang
menurutku justru tidak wajar.
Bahkan ketika aku ingin berdo’a “Ya Allah
berilah aku kesabaran”, aku menjadi teringat akan catatan seorang teman ketika
Allah berkata tidak, maka Allah akan menjawab do’aku "Tidak. Kesabaran
didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan, tidak diberikan, kau harus meraihnya
sendiri." Aku merasa malu untuk apa yang aku alami hari ini, aku hanya
berdo’a “maafkanlah mereka, bukalah pintu hati mereka untuk sedikit berbelas
kasihan pada sesama makhlukMu”.
Surabaya, 29 Oktober 2012
Siti Rohmawatin
0 comments:
Post a Comment